Oleh Dr. Ibrahim Al-Turkawi (*)
Ujian terburuk yang dialami seseorang adalah terhimpunnya kebodohan dan kebutaan. Kebodohan akan hukum-hukum Allah (sunnatullah) yang berlaku, dan kebutaan terhadap sejarah yang di dalamnya diketahui akhir bahagia bagi orang-orang yang komit dengan kebenaran dan perbaikan, dan akibat yang kelam dan menyedihkan bagi para pelaku kebatilan dan para perusak.
Di antara hukum-hukum Allah (sunnatullah) itu adalah hukum “kebenaran pasti melumat kebatilan betapapun tinggi dan tebal buihnya, dan tidak ada yang tersisa (bertahan) di muka bumi kecuali yang bermanfaat bagi manusia”, sebagaimana firman Allah Yang Maha Kuasa:
اَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَسَا لَتْ اَوْدِيَةٌ بِۢقَدَرِهَا فَا حْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَّا بِيًا ۗ وَمِمَّا يُوْقِدُوْنَ عَلَيْهِ فِى النَّا رِ ابْتِغَآءَ حِلْيَةٍ اَوْ مَتَا عٍ زَبَدٌ مِّثْلُهٗ ۗ كَذٰلِكَ يَضْرِبُ اللّٰهُ الْحَـقَّ وَا لْبَا طِلَ ۗ فَاَ مَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَآءً ۚ وَاَ مَّا مَا يَنْفَعُ النَّا سَ فَيَمْكُثُ فِى الْاَ رْضِ ۗ كَذٰلِكَ يَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَ مْثَا لَ
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah ia (air) di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti (buih arus) itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan.” (QS. Ar-Ra’d: 17)
Sesungguhnya “yang paling bermanfaat bagi manusia” itulah yang akan tetap bertahan di muka bumi, sedangkan berbagai kesesatan zaman akan lenyap seperti ribuan kesesatan yang telah lenyap sebelumnya. Ini adalah sunnatullah dan hukum sejarah. Hukum ini menjadi acuan yang tegas dan pasti yang tidak berbelas kasihan kepada mereka yang melanggarnya. Sebaliknya, hukum ini akan “mengkloningnya” dan mengubahnya menjadi tidak mampu bertahan!
Orang cerdas adalah orang yang memahami hukum kebenaran, meneladani jalan para pembaharu, menundukkan hawa nafsunya pada kebenaran dan agama, memegang teguh prinsip kejujuran, dan mewariskan amal shaleh yang besar dan bermanfaat. Sejarah menjadi saksi kebaikannya, dan setelah itu dia akan menjadi kenangan yang baik dan abadi di kalangan generasi mendatang. Dalam hal ini ia mengikuti teladan ayahnya, Nabi Ibrahim tercinta, yang berseru kepada Tuhannya dengan permohonan ini:
رَبِّ هَبْ لِيْ حُكْمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِا لصّٰلِحِيْنَ
“(Ibrahim berdoa), Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh,” (QS. Asy-Syu’ara’: 83)
وَا جْعَلْ لِّيْ لِسَا نَ صِدْقٍ فِى الْاٰ خِرِ يْنَ
“dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian,” (QS. Asy-Syu’ara’: 84)
Sungguh benar apa yang dikatakan pangeran para penyair:
Detak jantung seseorang memberitahunya ** Hidup ini hanya beberapa menit dan detik
Maka tinggikan kenangan baik dirimu setelah kematianmu **Sebab kenangan baik itu menjadi umur kedua bagi manusia.
Berbahagialah orang yang telah meninggal tetapi jejak-jejak peninggalan kebaikannya tidak mati. Jejak-jejak kebaikan itu akan senantiasa mengirimkan kepada mereka pahala dan rahmat selama langit dan bumi masih ada dan selama Tuhanmu menghendaki!
Orang bodoh adalah orang yang tidak mengetahui hukum kebenaran, mengikuti jalan para perusak dan orang yang hidup sia-sia , menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan, dan meninggalkan warisan keburukan dan dosa. Sejarah menjadi saksi keburukannya, dan kesudahannya seperti kesudahan orang-orang terdahulu di kalangan para perusak dan bejat, lalu menjadi “pelajaran” zaman sampai hari kiamat.
Sungguh malang nasib orang-orang yang sudah ditimbun di dalam tanah, tetapi perbuatan maksiat serta pemikiran sesat mereka terus menyebar dan merusak pikiran dan hati… Sungguh buruk orang-orang yang telah meninggal dunia tetapi dosa-dosa mereka tidak mati bahkan terus mengirimkan tambahan dosa selama langit dan bumi masih ada dan selama Tuhanmu menghendaki!
Dalam hadits dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu – dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa memprakarsai kebaikan dalam Islam dan diikuti orang-orang setelahnya maka baginya pahala yang sama dengan pahala orang yang mengerjakannya, dan pahalanya tidak akan berkurang. Dan barangsiapa memprakarsai keburukan dalam Islam, kemudian diikuti orang-orang setelahnya, maka dicatat baginya dosa sebanyak dosa orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR Muslim: 1017). ].
Karena itu orang-orang saleh berkata: Berbahagialah orang yang mati dan dosa-dosanya juga ikut mati bersamanya, dan celakalah orang yang mati, sementara dosa-dosanya masih tetap berkembang setelahnya!!
Sangat disayangkan banyak orang yang dikelabui setan hingga melihat kejahatan tampak indah dan mengikuti hawa nafsunya. Mereka tidak mengetahui apa-apa tentang hukum kebenaran, dan buta terhadap sejarah serta catatannya tentang sikap-sikap manusia yang diabadikannya dalam sejarah. Mereka tidak memahami berbagai “hukum kebenaran” yang dengannya Allah menghancurkan kebatilan. Mereka tidak menyadari bahwa sikap-sikap mereka hari ini akan dicatat dan esok akan menjadi sejarah yang bersaksi atas kejahatan mereka!
Alangkah mulianya sejarah karena tidak melupakan sikap-sikap para pahlawan dan tidak pernah pula melupakan kedudukan orang-orang terhormat, bahkan menjadikan kenangan mereka – selalu dan selamanya – memenuhi bumi dan langit… Lihatlah bagaimana sejarah merayakan dan mengabadikan Bilal, seorang warga Etiopia, dan melemparkan Abu Jahal ke ketanjang sampah sejarah sekalipun dia seorang Quraisy, bahkan melemparkan Abu Lahab ke neraka, sekalipun dia paman Nabi Muhammad SAW.
Karena sesuatu hal yang sangat penting seseorang dalam shalatnya setiap hari mengulang-ulang doa:
اِهْدِنَا الصِّرَا طَ الْمُسْتَقِيْمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus,” (QS. Al-Fatihah: 6)
صِرَا طَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ
“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 7)
Ini adalah pembaruan perjanjian; agar manusia bisa tergabung bersama dengan orang-orang yang diberkahi Allah, seperti para nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang syahid, dan orang-orang yang saleh, dan tidak tergabung bersama orang-orang yang sesat dan orang-orang yang dimurkai, dan tidak juga bersama orang-orang yang tidak berguna dan perusak!
Itu adalah hukum-hukum Allah (sunnatullah) yang permanen, yang mengibarkan panji kebenaran dan mematahkan kekuatan kebatilan!
Seruan kebenaran bergema – pagi dan sore – di seluruh sudut alam semesta menyuarakan firman Allah:
قُلْ اِنَّ رَبِّيْ يَقْذِفُ بِا لْحَـقِّ ۚ عَلَّا مُ الْغُيُوْبِ
“Katakanlah, Sesungguhnya Tuhanku mewahyukan kebenaran. Dia Maha Mengetahui segala yang gaib.” (QS. Saba’: 48)
قُلْ جَآءَ الْحَـقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَا طِلُ وَمَا يُعِيْدُ
“Katakanlah, Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (QS. Saba’: 49)
(*) Penulis dan peneliti pemikiran Islam. (ars)